Bernard Nababan adalah salah satu muallaf yang berangkat dari keraguannya terhadap al-Kitab. Beliau lahir di tengah-tengah keluarga kristen. Keluarganya merupakan penganut kristen yang taat.
Ayah beliau adalah seorang pendeta. Menjadi pendeta merupakan harapan kedua orang tuanya. Sehingga sebelum masuk islam, beliaupun pernah menjadi pendeta.
Bermula dari melakukan misi
di sebuah perkampungan muslim, yang berlanjut pada dialog dengan tokoh-tokoh masyarakat muslim disana, maka akhirnya Allah membukakan mata hati beliau. Sehingga beliau pun masuk islam dan menjadi salah satu juru dakwah dalam islam.
Berikut ini sedikit kisah tentang Beliau
Saya lahir di Tebing Tinggi, Sumatra Utara, 10 November
1966. Saya anak ke-3 dari tujuh bersaudara. Kedua orang tua memberi
saya nama Bernard Nababan. Ayah saya adalah seorang pendeta Gereja HKBP
(Huria Kristen Batak Protestan) di Sumatra Utara. Sedangkan, ibu seorang
pemandu lagu-lagu rohani di gereja. Sejak kecil kami mendapat bimbingan
dan ajaran-ajaran kristiani. Orang tua saya sangat berharap salah
seorang dari kami harus menjadi seorang pendeta. Sayalah salah satu dari
harapan mereka.
Kemudian, saya disekolahkan di lingkungan yang
khusus mendidik para calon pendeta, seperti Sekolah Pendidikan Guru
Agama (PGA) Kristen. Lalu berlanjut pada Sekolah Tinggi Teologi (STT)
Nomensen, yaitu sekolah untuk calon pendeta di Medan. Di kampus STT ini
saya mendapat pendidikan penuh. Saya wajib mengikuti kegiatan seminari.
Kemudian, saya diangkat menjadi Evangelist atau penginjil selama tiga
tahun enam bulan pada Gereja HKBP Sebagai calon pendeta dan penginjil
pada Sekolah Tinggi Teologi, saya bersama beberapa teman wajib
mengadakan kegiatan di luar sekolah, seperti KKN (Kulah Kerja Nyata).
Tahun
1989 saya diutus bersama beberapa teman untuk berkunjung ke suatu
wilayah. Tujuan kegiatan ini, selain untuk memberi bantuan sosial kepada
masyarakat, khususnya masyarakat muslim, juga untuk menyebarkan ajaran
Injil. Dua prioritas inilah yang menjadi tujuan kami berkunjung ke
perkampungan muslim. Memang, sebagai penginjil kami diwajiban untuk itu.
Sebab, agama kami (Kristen) sangat menaruh perhatian dan mengajarkan
rasa kasih terhadap sesamanya.
Berdialog
Dalam kegiatan ini
saya sangat optimis. Namun, sebelum misi berjalan, saya bersama
teman-teman harus berhadapan dulu dengan para pemuka kampung. Mereka
menanyakan maksud kedatangan kami. Kami menjawab dengan terus terang.
Keterusterangan kami ini oleh mereka (tokoh masyarakat) dijawab dengan
ajakan berdialog. Kami diajak ke rumah tokoh masyarakat itu. Di sana
kami mulai berdialog seputar kegiatan tersebut. Tokoh masyarakat itu
mengakui, tujuan kegiatan kami tersebut sangat baik. Namun, ia
mengingatkan agar jangan dimanfaatkan untuk menyebarkan agama. Mereka
pada prinsipnya siap dibantu, tapi tidak untuk pindah agama.
Agama
Kristen, masih menurut tokoh masyarakat itu, hanya diutus untuk Bani
Israel (orang Israel) bukan untuk warga di sini, Kami hanya diam.
Akhirnya, tokoh masyarakat itu mulai membuka beberapa kitab suci agama
yang kami miliki, dari berbagai versi. Satu per satu kelemahan Alkitab
ia uraikan. la juga membahas buku Dialog Islam-Kristen antara K.H.
Baharudin Mudhari di Madura dengan seorang pendeta.
Dialog
antara kami dan tokoh masyarakat tersebut kemudian terhenti setelah
terdengar azan magrib. Kemudian, kami kembali ke asrama sebelum kegiatan
itu berlangsung sukses. Dialog dengan tokoh masyarakat tersebut terus
membekas dalam pikiran saya. Lalu, saya pun membaca buku Dialog Islam
Kristen tersebut sampai 12 kali ulang. Lama-kelamaan buku itu
menpengaruhi pikiran saya. Saya mulai jarang praktek mengajar selama
tiga hari berturut-turut. Akhirnya, saya ditegur oleh pendeta. Pendeta
itu rupanya tahu saya berdialog dengan seseorang yang mengerti Alkitab.
"Masa' kamu kalah sama orang yang hanya tahu kelemahan Alkitab. Padahal
kamu telah belajar selama 3,5 tahun. Dan kamu juga pernah mengikuti
kuliah seminari," katanya dengan nada menantang dan sinis.
Kabur dari Asrama
Sejak
peristiwa itu, saya jadi lebih banyak merenungkan kelemahan-kelemahan
Alkitab. Benar juga apa yang dikatakan tokoh masyarakat itu tentang
kelemahan kitab suci umat Kristen ini. Akhirnya saya putuskan untuk
berhenti menjadi calon pendeta. Saya harus meninggalkan asrama. Dan pada
tengah malam, dengan tekad yang bulat saya lari meninggalkan asrama.
Saya tak tahu harus ke mana. Jika pulang ke rumah, pasti saya disuruh
balik ke asrama, dan tentu akan diinterogasi panjang lebar.
Kemudian
saya pergi naik kendaraan, entah ke mana. Dalam pelarian itu saya
berkenalan dengan seorang muslim yang berasal dari Pulau Jawa. Saya
terangkan kepergian saya dan posisi saya yang dalam bahaya. Oleh orang
itu, saya dibawa ke kota Jember, Jawa Timur. Di sana saya tinggal selama
satu tahun. Saya dianggap seperti saudaranya sendiri. Saya bekerja
membantu mereka. Kerja apa saja. Dalam pelarian itu, saya sudah tidak
lagi menjalankan ajaran agama yang saya anut. Rasanya, saya kehilangan
pegangan hidup.
Selama tinggal di rumah orang muslim tersebut,
saya merasa tenteram. Saya sangat kagum padanya. Ia tidak pemah
mengajak, apalagi membujuk saya untuk memeluk agamanya. la sangat
menghargai kebebasan beragama. Dari sinilah saya mulai tertarik pada
ajaran Islam. Saya mulai bertanya tentang Islam kepadanya. Olehnya saya
diajak untuk bertanya lebih jauh kepada para ulama. Saya diajak ke rumah
seorang pimpinan Pondok Pesantren Rhoudhotul 'Ulum, yaitu K.H. Khotib
Umar.
Kepada beliau saya utarakan keinginan untuk mengetahui
lebih jauh tentang ajaran Islam. Dan, saya jelaskan perihal agama dan
kegiatan saya. Tak lupa pula saya jelaskan tentang keraguan saya pada
isi Alkitab yang selama ini saya imam sebagai kitab suci, karena
terdapat kontradiksi pada ayat-ayatnya. Setelah saya jelaskan kelemahan
Alkitab secara panjang lebar, K.H. Khotib Umar tampak sangat terharu.
Secara spontan beliau merangkul saya sambil berkata, "Anda adalah orang
yang beruntung, karena Allah telah memberi pengetahuan pada Anda,
sehingga Anda tahu bahwa Alkitab itu banyak kelemahannya."
Setelah
itu beliau mengatakan, jika ingin mempelajari agama Islam secara utuh,
itu memakan waktu lama. Sebab, ajaran Islam itu sangat luas cakupannya.
Tapi yang terpenting, menurut beliau adalah dasar-dasar keimanan agama
Islam, yang terangkum dalam rukun iman.
Masuk Islam
Dari
uraian K.H. Khotib Umar tersebut saya melihat ada perbedaan yang sangat
jauh antara agama Islam dan Kristen yang saya anut. Dalam agama Kristen,
saya mengenal ada tiga Tuhan (dogma trinitas), yaitu Tuhan Bapak, Tuhan
Anak, dan Roh Kudus. Agama Kristen tidak mempercayai kerasulan Muhammad
SAW, Bahkan, mereka menuduhnya tukang kawin. Mereka juga hanya percaya
kepada tiga kitab suci, Taurat, Zabur, dan Injil.
Ajaran Kristen
tidak mempercayai adanya siksa kubur, karena mereka berkeyakinan setiap
orang Kristen pasti masuk surga. Yang terpenting bagi mereka adalah
tentang penyaliban Yesus, yang pada hakekatnya Yesus disalib untuk
menebus dosa manusia di dunia.
Penjelasan K.H. Khotib Umar ini
sangat menyentuh hati saya. Penjelasan itu terus saya renungkan. Batin
saya berkata, penjelasaan itu sangat cocok dengan hati nurani saya.
Lalu, kembali saya bandingkan dengan agama Kristen. Ternyata agama Islam
jauh lebih rasional (masuk di akal) daripada agama Kristen yang selama
ini saya anut. Oleh karena itu saya berminat untuk memeluk agama Islam.
Keesokan
harinya, saya pergi lagi ke rumah KH. Khotib Umar untuk menyatakan niat
masuk Islam. Beliau terkejut dengan pernyataan saya yang sangat cepat.
Beliau bertanya, "Apakah sudah dipikirkan masak-masak?" "Sudah," suara
saya meyakinkan dan menyatakan diribahwa hati saya sudab mantap.
Lalu
beliau membimbing saya untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Sebelum
ikrar saya ucapkan, beliau memberikan penjelasan dan nasehat. Di
antaranya, "Sebenarnya saat ini Anda bukan masuk agama Islam, melainkan
kembali kepada Islam. Karena dahulu pun Anda dilahirkan dalam keadaan
Islam. Lingkunganmulah yang menyesatkan kamu. Jadi, pada hakikatnya
Islam adalah fitrah bagi setiap individu manusia. Artinya, keislaman
manusia itu adalah sunnatullah, ketentuan Allah. Dan, menjauhi Islam itu
merupakan tindakan irrasional. Kembali kepada Islam berarti kembali
kepada fitrahnya," ujar beliau panjang lebar. Saya amat terharu. Tanpa
terasa air mata meleleh dari kedua mata saya.
Sehari setelah
berikrar, saya pun dikhitan. Nama saya diganti menjadi Syamsul Arifin
Nababan. Saya kemudian mendalami ajaran Islam kepada K.H. Khotib Umar
dan menjadi santrinya. Setelah belajar beberapa tahun di pondok
pesantren, saya amat rindu pada keluarga. Saya diizinkan pulang. Bahkan,
beliau membekali uang Rp 10.000 untuk pulang ke Sumatra Utara.
Dengan
bekal itu saya akhirnya berhasil sampai ke rumah orang tua. Dalam
perjalanan, banyak kisah yang menarik yang menunjukkan kekuasaan Allah.
Sampai di rumah, ibu, kakak, dan semua adik saya tidak lagi mengenali
saya, karena saya mengenakan baju gamis dan bersorban. Lalu, saya
terangkan bahwa saya adalah Bernard Nababan yang dulu kabur dari rumah.
Saya jelaskan pula agama yang kini saya anut. Ibu saya amat kaget dan
shock. Kakak-kakak saya amat marah. Akhirnya saya diusir dari rumah.
Usiran
merekalah yang membuat saya tegar. Saya kemudian pergi ke beberapa kota
untuk berdakwah. Alhamdulillah, dakwah-dakwah saya mendapat sambutan
dari saudaraudara kaum muslimin. Akhirnya saya terdampar di kota
Jakarta. Aktivitas dakwah saya makin berkembang. Untuk mendalami
ajaran-ajaran agama, saya pun aktif belajar di Ma'had al-Ulum
al-Islamiyah wal abiyah atau UPIA Jakarta.
Download Ceramah Nababan tentang al-Quran dan Injil di bawah ini
DOWNLOAD
Postingan Anda sangat menarik, informative and bermanfaat buat bnyak orang gan.. Thanks for sharing and keep blogging! :)
BalasHapusmakasih sob... :)
BalasHapus